Aku terlahir dari keluarga yang sederhana ayahku seorang pendidik/guru ia bertugas dan mengabdi bagi masyarakat Amungme Kamoro selama 22 Tahun di Kabupaten Timika Papua.
Ibuku adalah seorang petani dan juga peternak ia sangat mandiri dalam mengelola pekerjaannya.
Aku terlahir sebagai yang tertua dari 6 bersaudara. Sebagai anak tertua banyak tanggung jawab turun di pundakku. Apapun yang bisa aku kerjakan aku lakukan yang penting itu baik dan benar. Aku hanyalah anak biasa yang hidupnya sudah lama berpisah dan merantau jauh dari orang tua. Aku terbiasa hidup mandiri dan berjuang sendiri dalam segalah sisi kehidupan aku tidak pernah memintah apapun dari orang tua selama dirantauan hingga aku selesaikan studi sarjanaku tahun 2013 tepatnya di Jayapua Papua di Institut Filsafat Theologi Anugerah Jayapura dengan Gelar S.PDK.
Namun tidak sampe disitu perjuanganku terus berlanjut dan masih punya semangat untuk belajar dan terus belajar walaupun tidak ada donatur saya tetap ingin melangkah ke jenjang berikutnya. Dan pada akhirnya tahun 2014 aku tiba di jakarta, awalnya aku cuman ingin jalan-jalan melihat perkembangan ibu kota negara indonesia. Namun, ada bisikan lembut suara hatiku mengatakan ini moment terbaik jadi gapailah impianmu untuk terus belajar. Dan pada akhirnya akupun mendaftarkan diri di salah satu kampus theologi dijakarta dan pada akhirnya aku diterima menjadi mahasiswi program Magister di sekolah tersebut. Hanya dengan modal IMAN akupun terus melangkah mengejar tujuanku selama 1 tahun 6 bulan lalu aku mulai masuk dalam penulisan tesis di 6 bulan berikutnya. Saat penulisan proposal tesis berjalan lancar dan ujianpun berhasil saat itupun aku harus ke papua untuk penulisan tesisnya dan semua itu aku lakukan dengan baik. Tetapi pada akhirnya saya harus berhenti menulis lagi karena kebutuhan semakin meningkat dan finansial saya kurang mendukung saat itu sayapun berada pada titik kebingungan dan mengalami kebuntuttan yang luar biasa. Waktu itulah aku menghubungi ayahku memintah untuk tolong bayar spp dan biaya lainnya di sekolah saya, akan tetapi janji tinggallah janji sampai hari ini. Dan begitulah watak ayahku sangat keras dan masih berada pada lingkaran Patriarkhi yang selalu mengedepankan laki-laki dibanding perempuan dari situlah aku baru tahu siapa ayah yang sebenarnya. Walaupun begitu aku tetap menntikan janjinya yang tidak pernah ia tepati sampai saat ini. Sekarangpun aku masih menantikan dan berharap penuh ayahku membantu kesusahannyang aku alami ini.
Disela-sela itu akupun mempunyai aktifitas lainnya bergabung dengan organisasi gerakan dan juga komunitas-komunitas yang ada untuk terus mengasah diri untuk terus lebih paham soal penindasan dan perjuangan melalui membaca buku-buku baru dan juga bergabung di komunitas anak-anak jalanan dan banyak sekali aktifitas positif yang mana membawa aku pada jalan KEBENARAN sesungguhnya bahwa hidup ini keras dan butuh perjuangan yang panjang untuk terus maju dan maju melangkah lagi dengan aktifitas inilah yang membuatku tidak ingat pada janji palsu ayahku.
Tahunpun silih berganti dan akupun semakin hari semakin paham apa yang harus aku lakukan untuk mementingkan kehidupan banyak orang dibandingkan diri sendiri dan pada waktu itulah akupun mulai mengadakan diskusi-diskusi kecilan dengan kawan-kawan perempuan di jakarta dan terus mengasah wawasan kami agar memahami soal penindasan berlapis yang dihadapi oleh kami perempuan PAPUA dan saat itulah aku paham arti sesungguhnya soal Patriarkhi yang dilakukan oleh ayahku.
Aku tidak pernah menuntut ataupun mengeluh bahkan bantah terhadap situasi yang aku hadapi namun aku selalu mengambil hikmahnya dan terus berjuang maju.
Tahun 2018 Saat aku pulang ke PAPUA dan diperhadapkan dengan situasi patriarkhi dalam keluarga sendiri ini menjadi tantangan utama yang terus harus aku lawan. Bagaimanapun caranya aku tetap pertahankan kesetaraan dalam keluarga walau sakit dan sangat sakit sang ibuku pun melakukan apa yang dilakukan oleh ayahku. Ibupun lebih memilih laki-laki dan tidak menghargai perjuanganku walaupun itu sedikit yang aku lakukan sesuao dengan kemampuanku. Namun, mala Ia menciptakan konflik antara aku dan adik laki-lakiku sehinggah kami berdua bagaikan matahari dan bulan yang tidak dapat bertemu titik terangnya.
Walaupun begitu aku tetap mengasihi mereka semua keluargaku ayah, ibu, adik bahkan keluargaku yang lainnya karena Tuhan telah lebih dahulu mengasihiku dan telah menyelamatkan hidupku untuk terus bercahaya ditengah kegelapan hidup ini.
Biasanya untuk mendapatkan solusi ditengah-tengah pertengkaran atau keributan, aku lebih memilih untuk mengalah dari pada membesarkan masalah. Aku suka diam dan mendengar walupun itu sakit hati ini rasanya, jika tidak demikian biasanya aku lebih mengalah dengan keluar ke teman-teman jika situasi mereda baru kembali ke keluarga hanya karena untuk mengenalikan emosiku aku harus berjuang melawan kelemahan dalam diri ini.
Satu hal lagi yang biasa membuatku kuat adalah hanya dengan "SABAR, LEPASKAN PENGAMPUNAN, DAN IKHLAS UNTUK MEMAAFKAN" jika itu kulakukan akupun menjadi legah serasah tidak pernah terjadi semua yang buruk dalam hidupku ini. " Ada SUKACITA, DAMAI SEJAHTERA ,serta BERKAT baru yang aku adapatkan DIA SANG PEMBERI HIDUP ini"
Saat inipun aku diperhadapkan dengan situasi sulit untuk aku putuskan!
Aku sudah terbiasa dengan hidup bebas mandiri serta selalu mensyukuri apa adanya, aku sulit sekali menyesuikan diri dengan mereka yang suka mengeluh dengan hidup ini dan juga mereka yang suka demdam dan menahan amarah hinggah matahari terbenam, seperti yang dilakukan oleh ibuku dan adikku pada diriku yang malang ini. Namun semua tidaklah menjadi masalah bagiku aku tahu harus aku lakukan apa sekarang.
Memang ketika kita sudah mandiri sendiri sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan keluarga kita, tapi jangan patah semangat karena waktu terus berputar dan roda kehidupan ini terus berjalan jadi kita harus terus kuat dan mandiri mengahadapi keluarga kita bahkan banyak orang.
Ingat masa depan kita bukan ditangan MANUSIA entah itu ayah ataupun Ibu
Tapi semuanya itu TUHAN yang pegang.
Jika kita setia manjadi PELAYAN-NYA, IA akan bertangung jawab PENUH atas segalah KEHIDUPAN kita untuk selama-lamanya.
*Derita Yang Tiada Akhir*
Penulis HELENA KOBOGAU
0 Komentar